Antara Jokowi dan Nasib di Meja Judi
Beritaterheboh.com -
"Sebagai bangsa yang majemuk, kita ingin tumbuh bersama, sejahtera bersama, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote." - Ir. Joko Widodo.
Di luar apakah saya adalah pendukung atau bukan pendukung sosok yang terkenal dengan sapaan Jokowi tersebut, saya akan memilih tetap mengakui hal ini. Ia sebagai presiden sudah menunjukkan bagaimana usahanya agar kesejahteraan yang pernah menjadi sekadar jargon untuk merayu simpati publik, di tangannya menjadi pemandangan yang tak bisa dibantah.
Ia menghadirkan sentuhan tangan pemerintah kepada daerah paling jauh dari pusat, hingga menyentuhkan tangan mengusap kepala rakyatnya. Ia ingin meyakinkan, tidak perlu pesimistis sepanjang kita mau sama-sama berkeringat, menghadapi kehidupan yang terkadang terasa bengis.
Ia datang ke Aceh, menjelajahi hampir semua sudut Sumatra. Ia datang ke Sulawesi, ke Kalimantan, hingga ke Papua. Ia pun tak sungkan-sungkan untuk berkendara sendiri untuk menjajal jalan-jalan dengan medan berat, karena baginya jelas bahwa kepemimpinan bukan untuk memuja diri sendiri. Kekuasaan adalah kesempatan untuk melayani.
Ia pun memilih untuk melihat berbagai pelosok dengan mata kepalanya sendiri, tak ingin hanya menghabiskan waktu di istana, melainkan benar-benar terjun ke tempat di mana saja rakyat berada dan menyaksikan sendiri bagaimana mereka berkeringat. Bulir-bulir keringat rakyatnya itu juga yang tampaknya membuat ia merasa tak betah berlama-lama menikmati ke megahan istana, sebab ia ingin memastikan bahwa keringat rakyat adalah keringat yang berharga. Sangat berharga, hingga ia pun kerap mengulurkan tangannya untuk dapat bersalaman dengan rakyat.
Ketika rakyat meminta bersalaman dengannya, dia pun memberikan tangannya, untuk dapat merasakan bahwa tangan rakyat yang kasar itu adalah tangan-tangan yang kuat dan akan semakin kuat ketika pemimpin hadir di tengah-tengah mereka. Di samping, dia pun ingin menegaskan kepada mereka, bahwa tangannya sendiri pun pernah menjadi tangan yang kasar karena sudah melatih diri untuk bekerja.
Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya pun pernah menjadi rakyat. Menjadi tukang kayu, yang mengawali semua perjalanannya dengan keringat, kerja keras, tanpa melemparkan kesalahan kepada siapa-siapa.
Kemudian dia terjun ke dunia pemerintahan, karena dia merasa di sanalah dia bisa menemukan apa saja yang membuat perjalanan rakyat untuk meraih nasib lebih baik bisa tersendat-sendat. Dari sana ia melihat di mana saja yang tersumbat, ia buka sumbatan itu, agar kesejahteraan rakyat tidak hanya menjadi mainan para penjual nama rakyat.
Solo sudah jamak diketahui sebagai tempat ia mengawali bagaimana mengurus urusan rakyat. Dari bagaimana memastikan birokrasi yang hemat waktu, tidak membuat rakyat harus membuang waktu lama untuk berurusan dengan birokrat, itulah sebagian sumbatan yang dilepaskannya.
Prinsip-prinsip itu juga diterapkannya saat menjabat sebagai gubernur di DKI Jakarta, dan bahkan ketika ia menjadi presiden.
Online Single Submission (OSS), misalnya, terlepas baru diluncurkan beberapa bulan terakhir, menjadi sebuah terobosan yang juga digulirkan sebagai jalan untuk mempermudah perizinan usaha.
OSS itu sendiri menjadi sebuah bukti terdekat, bagaimana pemerintahan di tangan Jokowi memiliki perhatian untuk mencari cara agar dapat memudahkan. Ia menyadari, hidup itu sulit, dan tugas pemimpin adalah membantu bagaimana kehidupan rakyatnya menjadi lebih mudah.
Di masa lalu, untuk dapat terhubung antara satu desa dengan desa lain, satu daerah dengan daerah, teramat sangat sulit. Lantas di masanya, permasalahan yang terkesan dipelihara sejak Belanda berkuasa itu, pelan-pelan diatasinya.
Kalimantan menjadi salah satu contoh terkait bagaimana pemerintahan Jokowi berusaha bagaimana mengintegrasikan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Lebih dari seribu kilometer jalan telah dibangun, dan berada di perbatasan Kalimatan Timur dan Kalimantan Utara.
Belum lagi jika melihat hingga ke Papua. Jika dulu Papua hanya jadi sorotan karena adanya pemberontakan,kini dengan kiprah Presiden Jokowi dengan figur-figur di sekelilingnya, membuat provinsi terjauh dari Jawa itu kian banyak membawa cerita pembangunan.
Bahwa pembangunan yang dilakukan tersebut masih menjadi cibiran dari beberapa kalangan, sebagai rakyat, saya pribadi melihat itu hanyalah cibiran yang lahir dari mulut-mulut yang hanya mengenal perut sendiri. Mereka bukanlah calon pemimpin yang peduli, bagaimana agar ketika perut-perut rakyat membutuhkan isi, bisa mengisinya dengan makanan yang baik dan dengan harga tidak berbeda dari daerah lainnya.
Nasib tidak berubah di meja judi
Mereka yang mencibir itu hanya bisa mengajak berjudi. Bagi mereka, bukan suatu dosa mengajak rakyat berjudi, memercayakan negara kepada tangan-tangan yang belum teruji. Bisa jadi mereka berpandangan selayaknya penjudi yang mabuk dengan imajinasi, bahwa segala nasib buruk hanya akan berubah baik di meja judi.
Lalu, imajinasi penjudi yang mereka miliki itu justru ingin ditularkan kepada rakyat yang semestinya lebih membutuhkan bukti demi bukti, bahwa untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik memang hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah memberikan bukti.
kompasianer Zulfikar Akbar
Artikel Pribadi tentang Jokowi: Mereka yang mencibir itu hanya bisa mengajak berjudi. Bagi mereka, bukan suatu dosa mengajak rakyat berjudi, memercayakan negara kepada tangan-tangan yang belum teruji. https://t.co/gb9jyr6DSP #SatukanIndonesia #JokowiLagi— Zulfikar Akbar (@zoelfick) September 22, 2018
Post a Comment for "Antara Jokowi dan Nasib di Meja Judi"