Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sebuah Mimpi Besar Diawali Ide Sederhana, Menjadikan Indonesia Bebas Sampah !

Menyelesaikan studi dan menyandang gelar sarjana bagiku adalah sebuah kebanggaan sekaligus menjadi amanah yang diberikan Tuhan. Jerih payah selama 4 tahun menimba ilmu di bangku kuliah terbayar sudah saat baju toga dipakai di hari wisuda. Waktu berlalu begitu cepat dan kemudian sesudah wisuda itu harus mulai move on karena akan menapaki fase kehidupan selanjutnya. Tanggung jawab moral sebagai seorang sarjana Kesehatan Masyarakat yang harus berkontribusi untuk lingkungan mulai membayangi. Keinginan untuk bisa berkontribusi untuk sesama akhirnya menemukan jalannya. Beberapa tahun yang lalu tepatnya di tahun 2013 lalu aku dikenalkan dengan sosok "Pahlawan Sanitasi" di Kabupaten Tangerang. Beliau bernama Imam Sutopo. Beliau bukanlah anggota DPR atau Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan pemerintahan. Beliau hanyalah konsultan tanpa gelar khusus dan aktivis lingkungan yang pemikirannya dan ide-idenya sangat berpengaruh terhadap kebijakan di Kabupaten Tangerang khususnya di bidang sanitasi. Berbagai kebijakan banyak mempertimbangkan saran dan masukan dari beliau demi kemajuan daerah kami Kabupaten Tangerang. Sekali lagi,beliau bukanlah seorang pejabat melainkan aktivis yang punya visi jauh ke depan. Hingga sekarang aku beserta rekan-rekan yang dipimpin beliau mengemban amanah untuk menjadi fasilitator program sanitasi sekolah di Kabupaten Tangerang. Kami bergerak dari sekolah ke sekolah untuk mengemban misi yang cukup berat karena mencoba menggeser perilaku negatif menjadi positif, yang tadinya serba abai menjadi sadar. Kali ini akan saya ceritakan sedikit kisah yang mungkin akan menginspirasi kita semua.

Sumber Gambar : http://beritadaerah.co.id/wp-content/uploads/2014/02/Sampah-jabatabek.jpg
Apa yang terpikirkan oleh kita saat melihat tumpukan sampah ini? Jijik ? Kotor? Kumuh? Semuanya betul. Tapi yang pasti semua ini adalah MASALAH. Masalah yang ditimbulkan bukan oleh dia, bukan kamu, bukan hanya saya, tapi kita semua. Pepatah mengatakan saat satu telunjuk kita menunjuk orang, 4 jari lainnya menunjuk kita sendiri. Itu juga yang selalu ditekankan oleh "Mbah Imam",begitu beliau biasa disapa. Jangan salahkan masyarakat atau pemerintah, tapi tugas kita bersama mengentaskan masalah sampah yang sudah masuk ranah dimensi sosial ini.
Berbicara masalah sampah, Indonesia berada di peringkat kedua dalam hal jumlah timbunan sampah di laut. Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia menempati peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai 262,9 juta ton. Itu sampah laut, jumlah sampah yang dibuang sembarangan di darat pun sangat mencemaskan. Khusus di Kabupaten Tangerang sendiri, Bupati Tangerang pun Bpk. Ahmed Zaki Iskandar mengaku kewalahan dalam mengatasi masalah sampah ini lantaran volume sampah sudah sangat mengkhawatirkan. Dari 1.700 kubik sampah yang tersebar di seluruh Kabupaten Tangerang, yang bisa diangkut menggunakan armada hanya 800-900 kubik perharinya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Ini baru dari sampah, masalah sanitasi lainnya adalah perilaku Buang Air besar Sembarangan (BABS). Masih banyak orang Indonesia masih Buang Air Besar Sembarangan. Data laporan WHO Joint Monitoring Program Report 2014, menyebutkan Indonesia menduduki posisi ke-2 tertinggi di dunia dalam perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Sebanyak 55 juta penduduk Indonesia masih berperilaku BABS, baik di sungai, ladang, sawah, atau di tempat lainnya.


Sampah yang Menutupi Sungai
Sumber Gambar : www.tribunnews.com

Sumber Gambar : www.republika.co.id


Dampak Sosial Akibat Banjir
Sumber Gambar : www.republika.co.id
Bencana akibat abainya kita dalam urusan sanitasi sangat besar bahkan menimbulkan korban. Sampah yang menggunung kerapkali menjadi tempat suburnya kuman penyebab berbagai penyakit mematikan bagi anak-anak. Korbannya biasanya dari kalangan kurang mampu yang dekat dengan lingkungan kumuh tersebut. Belum lagi bencana banjir akibat tumpukan sampah yang menyumbat aliran sungai telah merenggut kehidupan sosial saat terjadi bencana. Mereka harus mengungsi dan terpaksa menggantungkan hidup dari para donatur. Kemudian menurunnya derajat kesehatan akibat kondisi toilet atau perilaku buang air besar sembarangan (BABS) juga banyak terjadi, termasuk di lingkungan sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang sehat dan ramah anak justru kerap kali menjadi tempat bersarangnya penyakit. Diare, Demam Berdarah, Malaria, dan sebagainya seringkali dialami anak-anak bahkan disaat mereka sedang menuntut ilmu. Karena buruknya sanitasi di sekolah, tingkat absensi mereka menjadi sering karena sakit. Akhirnya akan berdampak menurunnya prestasi akademik mereka. Kami melihat selama ini semua yang diupayakan hanya menyentuh permasalahan di hulu, hanya berupa pengangkutan sampah kemudian dibuang begitu saja di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa melihat sumber masalah itu sendiri, yaitu bagaimana caranya agar sampah yang dihasilkan manusia dapat seminimal mungkin. Demikian juga dengan program sanitasi, seringkali program yang ada hanya membangun aspek fisik bangunannya saja tanpa ada penyadaran akan pentingnya perawatannya. Akibatnya, baru beberapa bulan saja, sarana MCK sudah rusak tidak berfungsi.
Hal inilah yang mendorong kami membantu pemerintah memecahkan masalah ini. Saya beserta tim yang diketuai Bpk Imam Sutopo diamanatkan membantu mencari solusi atas permasalahan sanitasi terutama sampah di kabupaten Tangerang. Kami mengusulkan agar sekolah dijadikan model untuk program sanitasi sekolah dan reduksi sampah jangka panjang.

Kami memilih lingkungan sekolah untuk dijadikan model penyadaran sanitasi kepada masyarakat. Hal ini bertujuan menanamkan kecintaan pada lingkungan sedini mungkin. Jika sejak usia sekolah sudah mempunyai jiwa cinta lingkungan, maka saat mereka remaja dan beranjak dewasa mereka diharapkan akan menjadi "Pahlawan" bagi lingkungan mereka sendiri. Kami menyadari sekolah adalah tempat terbaik untuk merancang masa depan negeri ini. Saat arsiteknya yaitu pemerintah dan para guru membuat program serta mencontohkan perilaku positif peserta didiknya agar lebih baik, tentu akan lebih cepat dicontoh anak-anak. Para stakeholder ini harus didorong agar mau dan mampu menerapkan program sanitasi sekolah dengan baik. Tugas saya dan beserta tim mengarahkan mereka untuk dapat menyadari hal ini.

Suasana Rapat Bersama Pemerintah Kabupaten Tangerang
Aktivis Lingkungan Bpk Imam Sutopo (Kanan) beserta Bpk. Erwin dari Bappeda
Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi
Assesment mulai dilakukan di bulan Agustus 2016 untuk mencari sekolah mana yang layak untuk dijadikan sekolah percontohan untuk kegiatan ini. Setelah dilakukannya pemilihan selama beberapa minggu, akhirnya terpilih 6 sekolah yaitu SDN TALAGASARI I, SDN GUDANG, SDN LEGOK III, SDN PANONGAN III, SDN KADU IV DAN SDN JEUNJING I. Saya sendiri kebetulan menjadi fasilitator untuk SDN Legok III. 




Kantin Tempat Siswa Jajan dan Sampah Yang Dihasilkan
Sumber Foto : Dokumentasi Pribadi

Kami melakukan pendekatan kepada sekolah, mengenali karakteristik masing-masing, memberikan presentasi dan mencontohkan perilaku menjaga sanitasi sekolah serta mengevaluasi apa saja yang menjadi kekurangan dalam tiap-tiap sekolah. Meskipun kami bukanlah PNS atau pegawai kontrak di Kabupaten Tangerang, semangat kami untuk mengedukasi dan mensukseskan program ini seolah mengobati lelah dalam tugas ini.

Perjuangan Tidak Mudah

Menanamkan Kesadaran Untuk Hidup Sehat dan Mengurangi Sampah Tidak Mudah
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Dalam menjalankan kegiatan ini tidaklah mudah. Menyadarkan anak-anak agar menjaga kebersihan sekolah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perilaku mereka yang cenderung aktif dan kadang tidak memperhatikan apa yang disampaikan membuat saya harus berkali-kali menyampaikan kepada mereka. Apa yang kami lakukan secara nyata adalah memberikan kesadaran kepada siswa agar mau dan mampu menjaga kebersihan sekolah, diantaranya dengan cara :

  1. Membawa Wadah Makan dan Minum Sendiri


Siswa Dibiasakan Untuk Tidak Menghasilkan Sampah
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Kebanyakan siswa terutama di daerah pelosok masih tidak membawa bekal untuk makan mereka di sekolah. Mayoritas siswa yang berada di pinggiran atau perbatasan berasal dari kalangan kurang mampu, agak menyedihkan memang saat mengingat hal itu. Kami mendorong sekolah supaya mewajibkan mereka membawa tempat makan dan minum sendiri. Karena bisa dibayangkan jika satu sekolah berisi 300 siswa membuang satu bungkus plastik, dikalikan jumlah siswa tersebut. Berapa banyak timbunan sampah yang dihasilkan satu sekolah. Bayangkan di suatu daerah ada 10 sekolah saja. Tentu akan banyak sekali sampah yang dihasilkan yang dapat menjadi sebab penyakit atau bencana banjir.

2. Kami Memiliki Jargon "Buanglah Sampah Sama Tempatnya". 


Di Saat Jajan pun Mereka Membawa Tempat Minum Sendiri
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Maksudnya, anak-anak diarahkan agar mengurangi atau bahkan sama sekali tidak menggunakan sampah karena target utamanya sebisa mungkin tidak ada sampah yang dihasilkan sehingga tidak perlu ada tong sampah. Jikapun mereka jajan, maka harus membawa wadah, dan sampahnya dibawa lagi oleh pedagangnya.

3. Mengajak Lebih Mencintai Toilet


Toilet Siswa di SDN Legok III
Sumber : Dokumentasi Pribadi


Anak-Anak Bersemangat Mempraktekkan CTPS dan Juga Membersihkan Sarana Toilet
Di masa lalu, banyak sekolah masih kurang memperhatikan masalah kebersihan toilet siswanya. Kami mendorong dan memberikan edukasi kepada mereka bagaimana cara merawat toilet yang baik, apa saja yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kami putarkan video bagaimana rute kontaminasi kuman dan juga mengajak anak-anak melakukan gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) bersama-sama. Tujuannya selain mereka mampu menjaga kebersihan lingkungannya, mereka juga mampu menjaga kebersihan diri mereka sendiri apalagi jika berasal dari keluarga kurang mampu yang mungkin rentan terhadap penyakit.

Ide Sederhana Yang Berdampak Besar

Menjadikan sekolah menjadi lebih bersih dan sehat memang melalui banyak proses yang tidak mudah. Setelah sekitar 6 bulan membina sekolah agar jadi lebih bersih dan bebas sampah, usaha kami mulai membuahkan hasilnya juga. Tong sampah yang awalnya setiap hari penuh berisi sampah, kini tinggal sedikit yang tersisa. Bahkan volume sampahnya berkurang hingga 80%. Kondisi MCK siswa juga sekarang jauh lebih bersih dibandingkan sebelumnya. Kini siswa lebih nyaman saat masuk ke toilet siswa, pemandangan di sekitarnya pun kini lebih asri. Senang dan bangga rasanya bisa membantu menjadikan sekolah lebih sehat dan bersih. Senyum dan tawa anak-anak sekarang lebih lepas. Kini anak-anak dapat belajar dengan baik tanpa terganggu toilet yang bau atau sampah berserakan yang mengganggu pemandangan. 

Kebahagiaan dan kebanggaan yang kami dapatkan karena mampu sedikit melakukan sesuatu yang berpengaruh terhadap kondisi psikososial yang lebih baik lagi. Perjuangan kami belum selesai, masih banyak sekolah-sekolah yang harus disentuh dan dibina agar mampu menjadikan lingkungannya menjadi lebih sehat dan bebas sampah. Mimpi besar kami adalah membuat masyarakat secara luas mampu mereduksi sampah hingga seminimal mungkin bahkan zero waste. Bayangkan jika seluruh sekolah di Indonesia menerapkan kegiatan ini ! betapa bersihnya sekolah-sekolah dan tentunya akan mereka praktekkan di rumahnya. Selanjutnya mereka menularkan kebiasaan baik ini ke tataran rumah tangga betapa dahsyat hasil yang akan didapatkan dan mimpi Indonesia bebas sampah akan semakin dekat. Tentu saja hal itu tidaklah mudah, namun mimpi yang tinggi itu harus tetap dikejar setapak demi setapak.



Lingkungan yang Bersih dan Sehat Buah dari Kesadaran Perilaku "Kurangi Sampah Sekolah Kita" !
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Semua orang mampu berkontribusi untuk mulai melakukan hal kecil yang berdampak besar pada lingkungan. Lingkunganlah yang menjadi salah satu faktor penentu sehat tidaknya masyarakat, tidak peduli ia kaya ataupun miskin. Jika seseorang sehat secara jasmani dan rohani, semiskin apapun kondisinya, akan mampu lebih produktif dalam hidupnya.
Kitapun dapat bertindak nyata untuk menjadi hero zaman now yang berdampak pada kemanusiaan. Kita mampu menjadi relawan bagi siapa saja. Kita mampu melakukan hal yang seperti anak-anak itu lakukan. Kita mampu menyisihkan uang untuk melakukan donasi kepada lembaga yang mempunyai  concern terhadap isu lingkungan seperti Dompet Dhuafa. Berbagai program perbaikan lingkungan seperti sedekah pohon pengelolaan limbah ada dalam program Dompet Dhuafa. Khusus terkait program lingkungan, ada website tersendiri yaitu di semesta hijau.

Program Sedekah Pohon dan Pengolahan Limbah Dompet Dhuafa 

Sekecil apapun kontribusi kita, jika dilakukan secara massif pasti akan berdampak positif secara luas. Secara mudah, kita mampu membawa kantong kain kemanapun pergi sebagai pengganti plastik, mampu membawa wadah saat membeli makanan, mampu mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan toilet, mampu mempraktekkan dan mengajarkan cuci tangan pakai sabun pada keluarga, dan masih banyak lagi. Selagi nafas masih terhembus semua bisa jadi pahlawan, lantas mengapa kita masih menundanya ? ayo mulai sekarang jadilah pahlawan di era millenial agar anak cucu kita tidak lagi harus tinggal di pengungsian saat terjadinya bencana, yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia.
Pustaka : 
http://semestahijau.id
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160222182308-277-112685/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-dua-dunia
https://metro.sindonews.com/read/1220180/171/kewalahan-atasi-sampah-pemkab-tangerang-akan-surati-2-kementerian-1499871770 
http://www.ampl.or.id/digilib/read/89-bab-sembarangan-indonesia-di-urutan-kedua/50507






Post a Comment for "Sebuah Mimpi Besar Diawali Ide Sederhana, Menjadikan Indonesia Bebas Sampah !"