Idul Adha, Momentum Menyembelih Sisi Hewani Kita
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam yang senantiasa memberikan nikmat dalam setiap detik waktu yang kita lalui. Sungguh tiada kenikmatan terindah selain keimanan dan ketaqwaan yang tinggi kepadan-Nya. Tiada hal yang bisa menandingi besarnya anugrah iman yang ada dalam dada kita, sekalipun emas dan permata dari seluruh planet dikumpulkan.
Kawan-kawan membanguninspirasi.com, kini kita telah dipertemukan kembali dengan sebuah hari besar bagi kita umat Islam yaitu Hari Raya Idul Adha. Sungguh beruntung soudara-soudara kita yang telah mampu menunaikan rukun Islam yang ke 5 di bulan ini, semoga ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT, dan kelak semoga Allah menghendaki kita untuk bisa memenuhi panggilan-Nya ke Baitullah.
Beruntung pula bagi soudara kita yang telah tergerak hatinya untuk melaksanakan ibadah kurban, sungguh bukan hanya karena banyaknya harta mereka bisa berkurban namun yang utama tentu karena adanya iman di dada mereka. Apalah arti tulisan ini kawan, karena iman ini masih lemah namun semoga kelak kita semua bisa menjalankan semua perintah luhur tersebut. Sebuah ajaran Islam yang sangat sarat akan makna, makna tertinggi sebuah keimanan bahwa hakikatnya kita dan segala hal yang kita miliki hanyalah milik Allah SWT. Sungguh tak tahu dirilah jika kita enggan untuk melaksanakan semua yang diperintahkan-Nya.
Makna Ibadah Kurban
Idul Adha takan bisa terlepas dari sejarah besar Nabi Ibrahim dan Ismail yang begitu luar biasanya telah membuktikan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sebuah panutan paling agung, bahkan merupakan sebuah symbol lambang kepatuhan kepada pencipta dan pemilik tunggal seluruh alam beserta isinya ini.
Didalam buku, khutbah, atau cerita baik yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung, sejarah Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih Nabi Ismail sebagai bukti ketaqwaan mereka, yang kemudian digantikan dengan seekor kambing sudah sering kita dengar atau baca.
Lalu apa maksud Allah mengganti perintah-Nya dengan hewan ternak ?
Didalam sebuah khutbah saya pernah mendengar bahwa digantikannya Nabi Ismail dengan hewan ternak yang kemudian setiap tahun kita peringati dengan ibadah kurban , adalah sebuah symbol luhur yang dapat mengangkat harkat dan martabat manusia menjadi derajat yang agung, jika senantiasa mengamalkan makna ajaran yang tersirat didalamnya.
Dalam khutbah tersebut saya ingat bahwa khotib menjelaskan makna digantikannya perintah Allah tersebut dengan hewan ternak adalah agar manusia mampu menyembelih (melawan, bahkan membunuh) sisi-sisi hewani yang ada pada dirinya.
Manusia yang dilengkapi dengan akal dan pikiran tentu sudah sepatutnya jika derajatnya bisa lebih tinggi dimata Allah dan seluruh makhluk-Nya, apalagi jika disandingkan dengan hewan. Namun demikian meski manusia dibekali akal pikiran, manusia memiliki kelemahan yang sejak dari dulu sudah dimanfaatkan iblis dan bala tentaranya untuk menjerumuskan manusia kelembahan kesesatan dan kehinaan, kelemahan tersebut adalah sisi hewani (nafsu yang seperti hewan) kita.
Oleh karenya melalui ibadah Kurban, Allah memberikan sebuah hikmah agar kita senantiasa memerangi sisi hewani tersebut. Jika sisi hewani yang ada dalam diri kita bisa kita sembelih (hilangkan) tentu kita akan menjadi makhluk-Nya yang paling mulia, namun sebaliknya jika kita memperturut sisi hewani kita maka tentu kita akan menjadi makhluk yang derajatnya bisa paling rendah diantara makhluk Allah lainnya.
Sebagai umat Rasulullah SAW tentu kita harus senantiasa mencontoh segala hal yang Rasulullah SAW contohkan. Dalam dunia hewan menindas dan memakan yang lemah adalah hal yang lumrah, berebut kekuasaan, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ada dimiliki hewan lain adalah hal yang biasa pula. Namun sebagai maklhuk yang Allah berikan kita aturan yang sudah sangat jelas ada dalam Al-Qur’an dan hadits tentu kita harus sangat jauh dari hal-hal rendahan seperti itu. Bahkan dalam ajaran Islam menahan diri meski kita mampu membalaspun sangat dianjurkan, hal ini seharusnya menjadikan kita bersyukur bukan malah terkadang tersiksa, karena hal ini membuktikan betapa sangat jauh berbedanya kita dengan hewan yang senantiasa sering main terkam makhluk-makhluk lain yang mereka tidak sukai atau bahkan sangat disukai meski hanya sebatas sebagai mangsa.
Mengenai hal ini saya masih teringat betul nasihat bapa terkait kebiasaan buruk saya , beliau pernah berkata jika seandainya kita menuruti nafsu dan kemampuan maka kita takan ada puasnya. Meski mudah memikat wanita sekalipun tentu sebagai makhluk yang berakal dan beriman kita tidak boleh serta merta melakukannya, karena sekali lagi kita manusia yang dibekali akal pikiran. Mempertutruti nafsu sampai kapanpun taka nada puasnya, diatas cantik masih ada cantik, diatas banyak masih ada yang lebih banyak, hanya dengan tumarimalah (bersyukur dan menerima yang ada tanpa membandingkan dengan yang lain) hidup kita akan bahagia dan selamat.
Di Momen Idul Adha ini saya mengajak diri pribadi dan pembaca, mari semangatkan diri kita untuk sama-sama berjuang menghilangkan sisi-sisi hewani yang ada dalam diri kita. Semoga kelak siapapun yang sudi membaca tulisan dari saya yang fakir ilmu ini, kita bisa bertemu dan berkumpul di depan Baitulah untuk melaksanakan perintah-Nya. Semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menjalankan semua rukun Islam. Insya Allah … aamiin…
Terakhir semoga firman Allah yang saya sudah searcing dari google ini bisa menjadi rujukan dan renungan untuk kita benar-benar berjuang dengan segenap kemampuan kita agar kita jangan sampai lebih rendah derajatnya dari pada hewan , Naudzubillahimindzalik.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan isi Neraka Jahannam kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati (akal) tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunkan untuk mendengar ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’raf 179)
Post a Comment for "Idul Adha, Momentum Menyembelih Sisi Hewani Kita"